Sikap Terhadap Nikmat dan Musibah

Sikap Terhadap Nikmat dan Musibah

Tertulis dalam Al Qur’an Surah Al Hadid ayat 20-23 yang Mulia:
  • Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.(20)
  • Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.(21)
  • Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.(22)
  • (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri. (23)
      Bagi yang belum pernah mengetahui ayat ini, mungkin akan tercengang betapa Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Bijaksana telah Memberikan sebuah resep kehidupan yang sangat bermanfaat bagi hamba-hambaNya yang beruntung mendapatkan keimanan.
Ayat-ayat yang sangat indah jika dilantunkan oleh seorang Qari bersuara merdu yang faham cara membacanya.
      Allah SWT Membuat MAKLUMAT dalam Al Qur’an dengan kata-kata ”I’lamu” (57:20), yang mana maklumat ini merupakan sebuah pernyataan resmi, serius dan berbobot atas sebuah informasi penting bagi manusia. Isi maklumat tersebut adalah penjelasan tentang hakekat kehidupan dunia bagi manusia. Yaitu bahwa ia (kehidupan dunia) hanyalah permainan. Sebagaimana yang namanya permainan, maka dunia tidaklah pantas disikapi dengan keseriusan dan kesungguhan dalam melayani tuntutannya. Allah Menjelaskan pula bahwa beberapa hal (sebagai contoh) dari apa-apa yang dianggap sebagai hal-hal penting dalam kehidupan dunia, sebenarnya semua itu hanyalah bagaikan fatamorgana.
      Di ayat selanjutnya (57:21) Allah SWT langsung menganjurkan manusia untuk bersikap sebaliknya tehadap apa yang merupakan kebalikan/lawan dari kehidupan dunia, yaitu kehidupan akhirat. Jika terhadap kehidupan dunia manusia hendaknya mensikapinya hanya sebagai permainan dan selayaknya tanpa sikap serius apalagi berusaha keras, maka terhadap kehidupan akhirat yang merupakan kebalikan atau lawan dari kehidupan dunia, hendaknya manusia bersikap serius dan bahkan berkompetisi. Allah sekaligus juga Menjanjikan luasnya akhirat dan ampunan yang disediakan.
      Ayat berikutnya (57:22) memberikan informasi penting lain yang terkait dengan dua ayat sebelumnya. Yaitu tentang takdir. Bahwa nasib manusia, baik atau buruk, bahkan setiap peristiwa yang terjadi di atas panggung dunia ini, pada hakekatnya sudah ditentukan sebelumnya. Keterangan ini memberikan perspektif yang jelas tentang kedudukan ujian hidup manusia, bahwa ujian hidup berupa senang maupun susah sudah ditentukan sebelumnya sehingga manusia tak perlu menyesali atau memaksakan kehendak. Sikap yang pas dalam menghadapi takdir memang bukan hal mudah. Terutama ketika menghadapi peristiwa yang sangat menyedihkan, atau sangat berat, manusia benar-benar harus menempatkan dirinya dengan se-tepat-tepatnya. Manusia harus mengambil sikap bersabar atas ujian dan tetap bersangka baik pada Allah padahal ia sedang susah atau gundah. Itulah ujian, semua ujian memang diadakan untuk menguji sampai ke titik-titik batas kesanggupan.
     Manusia hidup tak pernah mengenal statis. Selalu saja ada dinamika hidup menyertainya. Tidak ada seorang manusia di dunia ini yang tak diuji dengan baik dan buruk di dunia ini, apakah ia suka atau tidak. Dalam berbagai ayat-ayatNya Allah SWT sudah Memaklumatkan bahwa setiap manusia akan diuji, hanya saja mungkin tidak semua manusia mensikapi musibah dan nikmat dengan sikap yang sama. Ada orang yang optimis yang cenderung menghadapi kesulitan hidup dengan optimisme, sehingga ia senantiasa berusaha mencari jalan keluar, bahkan menganggap kesulitan sebagai tantangan. Ada pula manusia pesimis yang cenderung bersikap negatif terhadap apa saja, selalu mengeluh dan merasa susah.
     Sudah sifat manusia untuk berkeluh kesah jika menghadapi kesulitan. Bahkan manusia mudah sekali merasa berputus asa dan kehilangan akal maupun kesabaran. Rentang sikap manusia terhadap musibah dapat dimulai dari sekedar keluhan kecil hingga kehilangan kewarasan karena emosi sedih atau marah yang tak terkendali. Seorang yang merasa bahwa kesulitan atau musibah yang dihadapinya adalah hal kecil, ia akan mensikapinya dengan santai dan memiliki banyak kesempatan untuk berpikir guna mengatasi kesulitan tersebut. Orang ini memusatkan perhatiannya pada penyelesaian masalah, dan ia mengaktifkan otaknya untuk berusaha mencari jalan keluar. Lain halnya jika seseorang merasa musibah yang dihadapinya terlalu berat atau besar bagi dirinya, ia akan tenggelam dalam masalah, bertolak belakang dengan orang pertama tadi yang berusaha mengatasi masalahnya dengan menggunakan otaknya, orang kedua ini malah tenggelam di dalam masalah. Perasaannya-lah yang menenggelamkan dirinya.
     Perasaan manusia, persepsi manusia atas sesuatu bukanlah alat ukur obyektif. Perasaan manusia dapat saja berlebihan, sedangkan persepsinya mungkin saja keliru. Dalam menghadapi musibah, ada orang yang merasa ujian itu tak sanggup ia hadapi. Ia menganggap ujian tersebut terlalu berat baginya. Ini persepsinya sendiri. Padahal Allah SWT sudah Menyatakan dalam Al Qur’an bahwa seseorang tak akan dibebani lebih dari kadar kesanggupannya (2:286). Allah Yang Maha Tahu telah Mengukur kadar kesanggupan orang tersebut dan ia sesungguhnya mampu menghadapinya, namun ia telah menyesatkan dirinya dengan mempersepsikan musibah tersebut terlalu besar atau berat bagi dirinya. Persepsi ini kemudian dilanjutkan dengan prasangka buruk terhadap Allah, menyangka bahwa Allah tidak adil, menyangka bahwa Allah telah menghukum dirinya dengan kehinaan dan musibah. Sekali lagi ini adalah persepsi manusia yang keliru.
Allah SWT memberi gambaran orang-orang yang salah persepsi terhadap musibah dan nikmat sebagai berikut:
Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata: "Tuhanku telah memuliakanku".
Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezkinya maka dia berkata: "Tuhanku menghinakanku". QS Al Fajr 15-16.




 sumber: http://www.eramuslim.com/syariah/benteng-terakhir/sikap-terhadap-nikmat-dan-musibah.htm


 

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls